Banjarmasin, Kabarkriminal.online –
Lembaga Pemasyarkatan (Lapas) Narkotika Kelas IIA Karang Intan berkomitmen mengimplementasikan budaya anti korupsi dalam pelaksanaan tugas yang dilaksanakan. Komitmen tersebut diwujudkan dengan hadirnya Kepala Lapas, Edi Mulyono, bersama Kepala Subbagian Tata Usaha, Muhammad Kuderi, pada kegiatan penguatan budaya anti korupsi yang digelar Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Kalimantan Selatan di Banjarmasin, Selasa (12/11).
“Materi yang disampaikan menjadi pedoman dalam pelaksanaan kedinasan sehari-hari. Tujuan kegiatan ini untuk meningkatkan kesadaran pemahaman dan penyeragaman pemberantasan korupsi dalam mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi pelaksana teknis, mendorong terwujudnya Indonesia Emas 2045,” ujar Kepala Kantor Wilayah, Jumadi, beri sambutan.
Ia menambahkan, kegiatan yang dilangsungkan juga bagian dalam mendukung Asta Cita Presiden Republik Indonesia khususnya pada poin ke tujuh yakni ‘memperkuat reformasi politik, hukum dan birokrasi serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi dan narkoba’.
Pembicara pada kegiatan, Inspektur Wilayah III Inspektorat Jenderal Kemenkumham, Iwan Santoso, awali penguatannya dengan sampaikan data indeks perilaku anti korupsi Kemenkumham. Iwan menjelaskan kecurangan (fraud) merupakan perbuatan sengaja baik dalam bentuk individu ataupun suatu pihak yang merugikan pihak lainnya demi mendapatkan keuntungan masing-masing.
“Teori fraud hexagon pertama adanya tekanan (pressure), berasal dari tekanan akan kebutuhan keuangan, kemudian yang kedua kapabilitas (capability), kapasitas dari suatu pihak untuk melakukan kecurangan. Ketiga yakni kesempatan (opportunity), pembenaran (rationalization) atau merasa bahwa tindakannya benar saat mereka melakukan kecurangan, dan yang kelima yakni ego (arrogance), sikap superioritas yang menyebabkan keserakahan,” jelasnya.
Iwan juga meminta seluruh peserta untuk berkomitmen untuk menolak gratifikasi dan pungutan liar dalam pelaksanaan tugas yang diselenggarakan.
“Alasan gratifikasi harus ditolak karena hal tersebut merusak tata kelola pemerintahan yang baik dan bersifat pamrih, dalam jangka panjang akan memengaruhi kinerja. Pemberian gratifikasi kepada penyelenggara negara akan menimbulkan konflik kepentingan yang berpotensi mendorong terjadinya tindak pidana korupsi di kemudian hari,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Lapas Narkotika Karang Intan, Edi Mulyono, menegaskan komitmen dirinya dan jajaran implementasikan budaya anti korupsi dalam pelaksanaan tugas yang diselenggarakan, terlebih saat ini satuan kerjanya masih berkompetisi dalam pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) tahun 2024.
“Lapas Narkotika Karang Intan berkomitmen mewujudkan reformasi birokrasi menuju WBK 2024 di mana alat ukur terwujudnya WBK yakni pencegahan korupsi, kolusi dan nepotisme dan meningkatkan kualitas pelayanan publik yang diselenggarakan,” pungkasnya singkat.
(arb)